Seolah-olah Lockdown

0

LOCKDOWN istilah ini jadi trending topic dalam beberapa pekan pasca mewabahnya pandemi corona atau Covid-19. Lockdown atau karantina wilayah adalah bahasa media atau bahasa publik yang sudah terlanjut dikenal. Dalam undang-undang Nomor 6 tahun 2018, istilah sebenarnya adalah Karantina Kesehatan.

Ada empat jenis pembatasan seperti tertuang pada pasal 49. Pertama, karantina rumah. Misalnya, mereka yang sudah masuk dalam kategori orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).

Kedua, karantina rumah sakit. Ketiga adalah karantina wilayah, inilah yang dikenal dengan istilah lockdown. Dan keempat adalah pembatasan sosial dengan skala besar.

Beberapa hari terakhir, publik dikagetkan rencana Walikota Tegal, Deddy Yon Supriyono, yang akan menerapkan status lockdown di wilayahnya. Kebijakan ini akan diberlakukan mulai Senin 30 Maret 2020 hingga 30 Juli 2020.

Empat bulan penuh, akses masuk Kota Tegal bakal ditutup. Tak tanggung-tanggung, MBC beton berukuran besar pun bersiap memblokir akses jalan masuk Kota Tegal.

Berlebihan gak sih? Bisa iya bisa tidak. Alasan Yon, lockdown untuk mencegah corona masuk wilayahnya. Apalagi, usai pasien asal Kota Tegal dinyatakan positif corona.

Pertanyaannya, Kota Tegal benar-benar di-lockdown? Kalau benar, itu artinya tak hanya menutup akses masuk Kota Tegal, tetapi akses masyarakat pun dikunci, tidak diperbolehkan keluar rumah. Jika benar begitu, walikota harus menanggung semua kebutuhan pangan warganya. Karena itu konsekuensinya. Sanggup?

Jika tidak, saya tidak bisa membayangkan bakal seperti apa Kota Tegal selama empat bulan nanti. Konflik sosial bakal tak bisa dibendung. Warga yang tak bisa kemana-mana dan tak dipenuhi kebutuhannya, bakal bereaksi. Tak segampang itu me-lockdown wilayah.

Usut punya usut, ternyata Kota Tegal bukan mau di-lockdown. Tetapi cuma mau menutup akses sementara kendaraan dari luar kota. Kalau kata Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, itu cuma isolasi kampung. Buseeeet…… Jadi cuma seolah-olah lockdown?

Ya elah, cuma mau gitu doang Pak Wali? Kenapa harus pakai istilah lockdown sih? Bikin geger seantero republik aja. Kalau mau ngelucu kira-kira dong? Haaaaa…..haaaa….haaa…

Aturannya jelas. Keputusan karantina wilayah wewenang mutlak pemerintah pusat (presiden). Jika diberlakukan, tentu banyak dampak-dampak ekonomi dan sosial yang itu tak mampu diatasi seorang kepala daerah.

Kajian dari banyak sisi harus mendalam, agar kebijakan tidak malah jadi blunder. Jelasnya, ledakan krisis ekonomi bakal sulit dibendung. Dan warga yang tak bisa kemana-mana karena terhenti mata pencahariannya, harus diselamatkan.

Langkah dan kebijakan menyelamatkan ekonomi, minimalnya memenuhi kebutuhan pokok warga, harus direalisasi. Jika gagal mengatasinya, situasi terburuknya adalah kerusuhan sosial. Siapa yang bertanggung-jawab jika situasi ini terjadi?

Balik lagi ke Kota Tegal. Sebaiknya, walikota meninjau ulang kebijakannya. Karena kemungkinan buruk bisa saja terjadi jika local lockdown atau apapun istilahnya tetap ‘dipaksakan’ empat bulan penuh berlaku di Kota Bahari.

“Lebih baik saya dibenci warga daripada maut menjemput mereka,” begitu kata Deddy Yon. Wow, takjub saya dengar kalimatnya. Tapi sebentar, dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan ini sudah disiapkan belum?

Kalau cuma nutup akses wilayah, sementara warga kelas bawah tidak dipikirkan isi perutnya, itu sama saja ‘menyelamatkan’ warga dari terkaman harimau, lalu memasukannya ke kandang ular berbisa dong?

Loh, kok begitu? Harusnya, kalau takut warganya diterkam harimau di jalan, ya diusir dong harimaunya! Atau lindungi warganya supaya tidak diterkam harimau. Loh, caranya? Gunakan perangkat yang ada, persiapkan secara matang upaya pencegahan supaya harimau (baca: corona) tidak menerkam warga Kota Tegal.

Ketimbang blunder dan malah bikin warga susah, kuatkan dulu rantai komando dan soft infrastrukture, meliputi penguatan medis, perbaikan prosedur penanganan pasien, ketersediaan tenaga medis dan peralatan, serta perlindungan tenaga kesehatan.

Mumpung belum terlanjur, sudahi kontroversi soal lockdown atau karantina wilayah. Kebijakan itu tak berguna jika penyediaan sarana dan pra sarana kesehatan dalam upaya pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19 saja, masih belepotan.

Penuhi dulu kebutuhan alat pelindung diri (APD) dan beri jaminan keselamatan para pejuang kesehatan yang sedang ‘berperang’ melawan virus dengan segala keterbasan peralatan yang serba minim. Antrean panjang warga sakit dan belum tertangani, padahal membutuhkan pertolongan, harus secepatnya dicarikan solusi. Jaminan pangan warga yang terdampak secara ekonomi, sesegara mungkin diatasi.

Tuntaskan itu dulu, baru gembok semua wilayahmu!

Serius amat bacanya. Sruput lagi kopinya preeend…….

Heru Kundhimiarso – Pemimpin Umum

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini