SEBETULNYA saya sudah jengah ikut nimbrung atau sekadar berceloteh tentang dinamika politik tanah air. Sama halnya dengan suhu politik Pemalang yang mulai “menghangat†menjelang digelarnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun ini (baca 2020).
Karena, keseriusan otak dan memainkan nalar dalam menyikapi dinamika politik saat ini hampir-hampir seperti mengipasi kincir angin, alias pekerjaan sia-sia. Lagipula dalam banyak hal, politik pun juga Pilkada, seringkali mengusir logika.
Tapi karena demokrasi (baca; Pilkada) sudah telanjur jadi hajat orang banyak, maka tak ada salahnya saya ikut mencicipi rasanya. Jika tidak dalam bentuk kekuasaan (karena saya hanya rakyat yang tidak sedang berebut kekuasaan), setidaknya cukup nikmati saja hajat demokrasi lima tahunan ini dengan kegembiraan.
Baru-baru ini, isu “Putra Daerah” kembali menyeruak. Isu lima tahunan ini selalu muncul menjelang hajat politik Pilkada akan digelar. Sengitnya kompetisi membawa implikasi pada sengitnya perebutan isu lokal untuk mengukuhkan positioning di benak khalayak (baca; rakyat).
Sayangnya, kandidat dan timsesnya seperti kehabisan kreatifitas dan ide, pada akhirnya mendorong lahirnya personifikasi isu lokal bertajuk “Putra Daerah” dengan jargon “Wonge Dewek”, “Wong Pemalang”, “Asli Pemalang”.
Di tengah upaya peningkatan nilai-nilai demokrasi, pluralisme, kesetaraan dan keterbukaan seperti sekarang ini, isu-isu yang menggiring pada lokalitas “Putra Daerah” jelas tak sehat. Menggunakan isu “Putra Daerah” dalam sebuah kompetisi politik seperti Pilkada memang sah-sah saja dan tidak melanggar hukum, namun propaganda politik yang bersifat primordial dan narsis akan menciptakan relasi komunikasi yang tidak fair antara kandidat dan tentunya menjadi tidak sehat dalam berdemokrasi.
Masyarakat Pemalang tentunya memiliki hak konstitusional untuk mendapatkan demokrasi yang berkualitas. Atas dasar itulah, semestinya kita yang paham berdemokrasi punya kewajiban ikut membangun cara berpikir dan sikap yang sehat dalam menilai para calon pemimpin Pemalang nantinya. Bukan atas dasar ragam propaganda yang jadul seperti isu ‘Putra Daerah’.
Pada akhirnya, kandidat, timses dan pendukung memang boleh bicara apa saja, tapi rakyatlah yang akan jadi penentunya.
Gak usah terlalu serius, sruput lagi kopinya bossss…
Heru Kundhimiarso
Pemimpin Umum