Nostalgia Jajanan Gemblong Bakar Legendaris di Sudut Kota Pemalang

PUSKAPIK.COM, Pemalang – Malam hari di Jalan Jenderal Sudirman Pemalang, aroma gurih menyeruak di deretan pertokoan. Asap tipis mengepul dari sebuah tungku sederhana yang menyala tenang dengan semilir tiupan kipas bambu.

Dibalik kepulan asap itu, balok-balok kecil gemblong bakar—makanan tradisional Jawa yang kini mulai langka ditemui, tengah disiapkan Kholidin (40) untuk pelanggan yang ingin merasakan kelezatan jajanan lawas.

Sudah 33 tahun lamanya Kholidin menggelar lapak gemblong bakar di emperan pertokoan sekitar swalayan Jalan Jenderal Sudirman Pemalang dengan perlengkapan dagangannya yang sederhana.

“Saya sudah generasi ketiga. Dulu jualannya depan swalayan pas, karena yang punya swalayan teman sekolah bapak, jadi dibolehin ngelapak disitu.” tutur Kholidin sambil membolak-balik gemblong di atas bara, Sabtu (13/7/2025).

Tangan Kholidin tampak amat terampil membolak balikan gemblong di atas bara, seolah hafal benar kapan waktunya balok-balok gemblong dibalik agar tidak gosong, namun tetap renyah di luar dan lembut di dalam.

Gemblong atau di sebagian daerah disebut jadah yang dijajakan Kholidin ini terbuat dari ubi singkong sebagai bahan dasarnya dengan ditambah dengan parutan kelapa. Olahan dua bahan tersebut lalu dibentuk balok-balok kecil.

Setelah dibentuk balok kecil, gemblong kemudian dibakar di atas arang hingga mengeluarkan aroma khas yang menggoda.

Harga satu balok gemblong bakar yang dijajakan Kholidin ini hanya dihargai Rp 2.500. Murah meriah untuk sekeping kenangan masa kecil yang mungkin sudah lama tak disentuh banyak orang, khususnya mereka generasi 90-an.

“Sehari kalau lagi rame ya bisa habis sampai 6 kilogram ubi, kalau sepi ya 2,5 kilogram.” tuturnya.

Setiap hari, mulai pukul 17.00 hingga 21.00 WIB, Kholidin setia menggelar dagangannya. Ia berangkat dari rumahnya di Kelurahan Kebondalem, mengayuh sepeda tuanya dengan membawa perlengkapan berjualan di bagian belakang.

Sepeda itu sudah menjadi sahabat setia yang menemaninya menyusuri jalanan Kota Ikhlas sejak belasan tahun lalu.

Tak sedikit orang yang menjadi pelanggan gemblong bakar Kholidin. Mereka datang bukan hanya karena rasanya yang khas, tetapi juga karena ingin merasakan suasana nostalgia yang dibawa setiap gigitan gemblong bakar itu.

Bagi sebagian orang, gemblong ini bukan sekadar makanan—melainkan kenangan akan kampung halaman, masa kecil, dan kesederhanaan hidup.

Di tengah gempuran makanan modern dan tren kuliner kekinian, keberadaan Kholidin dan gemblong bakarnya seperti oase. Ia menunjukkan bahwa rasa, ketekunan, dan kesederhanaan punya tempat tersendiri di hati masyarakat. **

Berita Lainnya di SMPANTURA.NEWS :

Loading RSS Feed
error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!