Hilang di Laut Timika, Nelayan Tegal Terima Santunan Rp200 Juta

Advertisement

PUSKAPIK.COM, Tegal – Jamiroh (65), warga Jalan Layang Gang Cracas RT 10/RW 09, Kelurahan Tegal Sari, Kota Tegal, Selasa siang, 3 November 2020, menerima uang sebesar Rp200.000.000 dari salah satu perusahaan asuransi. Uang tersebut merupakan santunan kematian anaknya, Nurohman (36), yang hilang saat berlayar di perairan Timika pada pertengan Juli 2020 lalu.

Almarhum Nurohman berhak mendapatkan santunan karena dirinya merupakan peserta asuransi nelayan yang premi tahun pertama ditanggung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penyerahan santunan dilakukan secara simbolis di rumah ahli waris korban, disaksikan petugas Dinas Kelautan dan Perikanan, Pertanian dan Pangan Kota Tegal (DKP3), serta Ketua HNSI Kota Tegal Riswanto.

“Terima kasih kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan Bapak Edhy Prabowo atas program asuransi nelayannya yang sangat bermanfaat untuk nelayan. Juga kepada Pemerintah Kota Tegal dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan, Pertanian Pangan atas kepedulian dan perhatianya kepada nelayan,” ujar Riswanto usai penyerahan santunan.

Riswanto berharap program asuransi nelayan dari pemerintah bisa dilanjutkan untuk ke depannya karena sangat besar manfaatnya untuk para nelayan maupun keluarganya.

“Memang musibah tidak pernah kita harapkan. Tapi jika ada asuransi setidaknya sudah memiliki jaminan jika terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan,” kata Riswanto.

Kecelakaan yang dialami Nurohman terjadi akibat kapal fiber yang ditumpanginya bersama tiga anak buah kapal (ABK) lainnya karam akibat dihempas ombak setinggi 5 meter sekitar pukul 01.00 dini hari. Dua ABK lainnya Rizal dan Hilman adalah saudara kandung Nurohman, serta satu orang juru mudi asal Indramayu, Riyan. Tiga ABK berhasil selamat, tapi Nurohman hilang tergulung ombak.

Rizal, adik kandung Nurohman, menjelaskan, dirinya dan dua orang lainnya diselamatkan nelayan lokal, setelah sempat terapung-apung di laut selama tujuh jam dan hanya berpegangan pada sebuah ember.

“Sebenarnya kakak saya juga berpegangan pada ember yang sama. Tapi dia mengalah daripada saya ikut tergulung ombak,” kata Rizal sambil menahan sedih karena teringat almarhum kakaknya.

Rizal menambahkan, dirinya bertiga ke Timika awalnya bekerja di kapal besar milik warga setempat. Karena terdampak pandemi Covid-19, kapal tidak beroperasi. Agar tetap mendapatkan penghasilan sang kakak mengajaknya bekerja di kapal fiber.

“Daripada nganggur. Mau pulang juga tak ada ongkos. Akhirnya kami bekerja di kapal fiber milik polisi di sana,” katanya.

Kontributor: Wijayanto
Editor: Faisal M

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to top
error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!