Pemimpin Substansial: Jalan Sunyi Ahmad Luthfi-Taj Yasin di Jawa Tengah
- calendar_month Jum, 22 Agu 2025


Oleh : Wahidin Hasan
HASIL survei Litbang Kompas (Kompas, 20/08/2025) tentang Gubernur Ahmad Luthfi dan Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen menghadirkan paradoks. Tingkat kepuasan masyarakat tinggi, citra keduanya positif, bahkan delapan dari sepuluh responden menilai mereka baik. Namun popularitas tetap rendah. Banyak warga yang puas dengan kinerja, tetapi tidak hafal nama gubernurnya. Fenomena ini mengundang tafsir berbeda.
Ketua Tim Percepatan Pembangunan Daerah Jateng, Zulkifli Gayo, menyebut Luthfi dan Taj Yasin adalah tipikal pemimpin substansial. Mereka tidak sibuk membangun panggung popularitas, melainkan memilih jalan sunyi: bekerja, memastikan kebijakan berdampak langsung, lalu menyerahkan penilaian pada masyarakat.
Model Pemimpin Substansial
Dalam literatur kepemimpinan dunia, istilah ini sejatinya dekat dengan gagasan substantive leadership. James MacGregor Burns dalam karyanya Leadership (1978) membedakan antara pemimpin transaksional dan transformasional.
Pemimpin substansial bisa diletakkan di antara keduanya: bukan sekadar menukar janji politik dengan dukungan, melainkan menaruh fokus pada substansi kebijakan yang berkelanjutan.
Pemimpin substansial, yang tidak hanya memiliki jabatan atau posisi formal, tetapi juga memiliki kemampuan, karakter, dan pengaruh yang nyata dalam memimpin dan mengarahkan orang lain. Mereka mampu menginspirasi, memotivasi, dan membimbing tim atau organisasi menuju pencapaian tujuan yang diinginkan, serta mampu memberikan dampak positif yang signifikan.
Robert Greenleaf dalam Servant Leadership (1977) juga menyinggung hal serupa, pemimpin sejati bukan yang menonjolkan diri, melainkan yang membuat masyarakatmerasakan hasil nyata. Begitu pula Jim Collins dalam Good to Great (2001), yang menemukan bahwa perusahaan-perusahaan hebat dipimpinoleh figur Level 5 Leader: rendah hati secara pribadi, tetapi sangat bertekad secara profesional.
Jika dirunut ke dalam praktik politik, pemimpin substansial cenderung tidak gemerlap dalam pencitraan, tetapi meninggalkan warisan kebijakan yang kuat.
Pemimpin populis memiliki kelebihan utama dalam kemampuannya menjalin kedekatan emosional dengan rakyat. Mereka fasih menggunakan bahasa sederhana yang mudahdipahami, responsif terhadap isu-isu aktual, dan mampumembangkitkan semangat kolektif masyarakat.
Dukungan publik biasanya mengalir deras karena rakyat merasa didengar dan diperjuangkan. Namun, kelemahannya terletak pada kecenderungan untuk lebih fokus pada citra dan popularitas dibanding substansi kebijakan.
Pemimpin populis kerap terjebak dalam keputusan jangka pendek yang menyenangkan massa, tetapi kurang memperhatikan keberlanjutan atau fondasi sistemik yang lebih Kokoh.
Sementara itu, pemimpin substantif menonjol karena fokus pada nilai, gagasan, dan visi jangka panjang. Mereka mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan rasional, berbasis data, serta berorientasi pada tata kelola yang berkelanjutan. Kepemimpinan model ini biasanya lebih stabil dan mampu membangun institusi yang kuat.
Kelemahannya, pemimpin substantif sering kali tampak jauh dari rakyat, kurang komunikatif dalam menyederhanakan gagasan, dan kadang dianggap lamban karena setiap kebijakan memerlukan proses kajian yang panjang. Akibatnya, mereka kurang populer meski sesungguhnya bekerja untuk kepentingan publik secara mendalam.
Dengan demikian, pemimpin populis unggul dalam membangun legitimasi dan dukungan rakyat secara cepat, sedangkan pemimpin substantif unggul dalam menciptakan fondasi pembangunan yang tahan lama.
- Penulis: puskapik