Banjir, Petani Bawang Merah Rugi Miliaran Rupiah

0
Seorang petani bawang merah di Kalinyamat Kulon, Margadana, Kota Tegal, berusaha menyelamatkan tanamannya, yang terendam banjir, Rabu (1/1/2020) (Foto: Puskapik/Istimewa)

TEGAL (Puskapik)

Seorang petani bawang merah di Kalinyamat Kulon, Margadana, Kota Tegal, berusaha menyelamatkan tanamannya, yang terendam banjir, Rabu (1/1/2020) (Foto: Puskapik/Istimewa)
– Bukan hanya perkampungna di Kota Tegal, yang terendam banjir sejak Selasa (31/12/2019). Banjir juga merendam puluhan hektare lahan bawang merah di Kelurahan Kalinyamat Kulon, Kecamatan Margadana.

Ketua Gabungan Kelompok Tani, Akur Tani Jaya Kota Tegal, H Asmawi Aziz, Rabu (1/1/2020) mengatakan, hampir seratusan lebih anggotanya melaporkan insiden meluapnya air di ribuan hektare lahan pertanian yang ditanami bawang merah. Rata-rata, ketinggian air di areal persawahan mencapai setengah meter. Bahkan, tidak sedikit tanaman bawang yang terendam habis hingga ujung daunnya.

Meluapnya air di lahan pertanian Kelurahan Kalinyamat Kulon disebabkan karena minimnya irigasi. Sebab, dari ribuan hektar lahan pertanian hanya mengandalkan satu saluran irigasi yang volumenya kurang memadai.

“Dulu, ada irigasi di sebelah selatan. Tetapi lambat laun irigasi tersebut hilang dan sekarang hanya ada satu di sebelah utara. Sedang air dari selatan ini tidak mengalir karena terhalang talud rel kereta,” kata Asmawi.

Salah seorang petani, Rochmani, mengaku hampir setengah hektar lahan yang ditanami bawang merah harus dipanen dini. Mengingat terancamnya kualitas bawang serta banyaknya hama yang terbawa air.
Padahal, seharusnya bawang merah yang telah berusia 48 hari itu baru bisa dipanen pada usia ke 60 hari. Untuk mengantisipasi kerugian, bawang tersebut akan dijual untuk bibit.

“Kalau ditanya kerugiannya berapa ya lumayan. Biaya perawatan selama sepekan saja bisa Rp 900 ribu. Belum kalau diserang hama, untuk biaya penyemprotan pestisida satu kali bisa habis Rp 300 ribu,” katanya.

Dari total anggota Akur Tani Jaya Kota Tegal, hampir keseluruhan mengalami kerugian Rp 30 hingga Rp 50 juta rupiah. Angka tersebut, belum termasuk dengan biaya perawatan dan jasa tanam para buruh. Disinyalir, kerugian seluruh petani mencapai miliaran rupiah (WIJ)