Demokrasi Citra
- calendar_month Jum, 28 Feb 2020


Tapi di sisi lain, lalu lintas citra ini kini hanya terlihat sebagai penghamburan dan rutinitas kampanye jelang pemungutan suara. Meski kejenuhan belum menampakkan reaksinya, citra tak begitu saja ditautkan menjadi pertimbangan kebimbangan di bilik suara nanti. Tetapi pasti lebih banyak yang terjebak citra. Karena terkadang politik praktis, hanya soal kesan.
Sejumlah kandidat sudah mulai bermunculan ke publik. Baik di publik nyata atau media sosial. Pasti mereka (pun), tak luput dari kelaziman pencitraan. Karena memang demikian hukum semesta politik praktis. Tak bisa sepenuhnya merdeka dari desain, skenario, dan polesan-polesan. Apalagi, pencitraan atau bukan, hanya pelakunya yang tahu dan Tuhan. Sekalipun gelagat dan sinyalnya bisa terbaca.
Salahkah ini semua? Jawabannya tergantung dari sudut pandang mana melihat. Sudut pandang adalah selalu dari sudut mana mata memandang. Itupun masih belum bebas, jika melihat dengan kacamata apa melihat. Jika kacamata buram oleh kabut pragmatisme, maka obyek pandang bisa jadi buram dan abu-abu.
Inilah hasil gembar-gembor citra dan simbol milik politisi yang jadi pengemis suara rakyat. Ia justru tak benar-benar dikenal, sebab polesan sudah terlalu menebal. Sementara masyarakat juga sudah bebal. Tak dididik kritis pada pilihannya di bilik suara, asal jari klingking tak sebersih biasanya. Selamat datang citra demokrasi. Demokrasi citra.*
Amin Nurrokhman
Pemimpin Redaksi
- Penulis: puskapik