Bupati Brebes Sambut Haru Kepulangan 9 Warganya yang Jadi Korban Perbudakan Modern di Maluku Utara
- calendar_month 2 jam yang lalu


“Saya malah minus Rp580 ribu. Teman saya ada yang minus sampai Rp1–2 juta karena sakit dan hanya tidur. Orang yang tidak kerja tetap dihitung biaya mess oleh mandor,” ucap Aji.
Kabur ke Ternate, Hidup Terlunta-lunta
Tak kuat dengan kondisi kerja dan tekanan biaya, sembilan warga Brebes itu nekat kabur ke Ternate. Namun pelarian itu membawa mereka pada situasi yang tidak kalah berat. Mereka tidur di emperan toko dan makan seadanya.
“Beli makanan mahal, Rp30 ribu. Jadi beli satu untuk dua orang. Untuk bisa makan, ada yang minta kiriman uang dari keluarga,” ujar Aji.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Brebes, Warsito Eko Putro, menyebut kondisi yang dialami para pekerja jelas melanggar aturan ketenagakerjaan.
“Pekerja ini korban perbudakan modern. Mereka bekerja 12 jam per hari, padahal ketentuan maksimal adalah 8 jam,” kata Warsito.
Dipulangkan dalam Operasi Kolaboratif
Pemerintah daerah bekerja sama dengan Baznas Brebes, Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah, Pemprov Maluku Utara, dan paguyuban masyarakat Jawa untuk memastikan pemulangan seluruh korban.
Sembilan pekerja itu adalah Herman (Cikakak, Banjarharjo), Ahmad Rodin, Aji Sugondo, Ilham Sutrisno, Ihya Ulumudin, Sugyo (Pakijangan, Bulakamba), Abdul Wirto, Hendra Setiawan (Bangsri, Bulakamba), dan M Dandi (Cipelem, Bulakamba). Dandi pulang terpisah dengan kereta dari Surabaya karena alasan kesehatan.
Kepulangan sembilan warga Brebes bukan hanya kisah tentang penderitaan, tetapi juga tentang solidaritas dan kepedulian. Di tengah luka dan trauma, mereka akhirnya bisa kembali memeluk keluarga, disambut hangat oleh pemimpin daerah dan masyarakatnya. **
- Penulis: Gusti
- Editor: Nia




























