Pucuk Pimpinan PPP Harus Kembali ke Santri
- calendar_month Kam, 25 Sep 2025


SEMARANG, puskapik.com – Muktamar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ke X yang akan digelar 27-29 September dinilai akan menjadi awal penentu nasib partai.
Apakah partai berlambang Kabah ini menuju kepunahan atau sebaliknya menuju kebangkitan.
Dosen Departemen Politik Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro (Undip), Wahid Abdulrahman, menyampaikan, demikian bukannya tanpa alasan.
Ia mencatat, dalam sejarah pemilu di Indonesia belum ada partai politik yang mampu kembali ke parlemen “reborn“ setelah sebelumnya gagal karena tidak lolos parliamentary threshold.
Kekhawatiran akan kepunahannya semakin logis ketika mencermati dinamika perolehan suara dari pemilu ke pemilu. Dalam tiga pemilu terakhir PPP mengalami penurunan suara yang signifikan.
Pada Pemilu 2014, PPP memperoleh 8.152.957 suara (6,53%), menurun pada Pemilu 2019 menjadi 6.323.147 (4,52%), dan pada Pemilu 2024 menjadi 5.878.777 (3,87%).
Menggunakan pendekatan teori pelembagaan partai politik, penurunan signifikan yang terjadi di PPP dalam tiga pemilu terakhir disebabkan oleh faktor internal yakni kegagalan dalam mengelola konflik.
Mulai dari dualisme kepengurusan hingga kristalisasi persaingan antar faksi menjelang pemilu 2024.
“Faktor tersebut diperparah dengan kegagalan PPP dalam menjaga basis pemilih tradisional sementara pada saat yang sama kurang cakap dalam merespon perubahan demografi pemilih serta ketidakcermatan membaca arah politik nasional,” kata Wahid, Rabu 24 September 2025.
Melihat sejarah dan kontribusi PPP bagi Indonesia, sejak Pemilu 1977-1997, PPP adalah “rumah besar umat Islam” yang dengan segala kelebihan dan kekurangannya telah menjalankan fungsi artikulasi kepentingan umat.
- Penulis: Setiawan
- Editor: Nia