Tak ada yang mengira jika bayi yang lahir dari rahim Nyai Hj Rubae’ah di rumah joglo tua di Pelutan tahun 1906 silam, akan menjadi pemimpin besar di Kabupaten Pemalang. Adalah Makmur atau orang mengenalnya Kyai Makmur. Ia diangkat rakyat menjadi Bupati Pemalang ke-3 pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Kecerdasan dan jiwa pemimpinnya sudah menonjol sejak duduk di bangku sekolah dasar Belanda. Tumbuh dalam lingkungan keluarga ulama yang disiplin dan religius membentuknya menjadi seorang santri. Kelak namanya dikenang sebagai bupati anti-penjajah yang tewas ditembak serdadu Belanda.
Keturunan Wali Mbah Salamudin
Makmur atau Kiai Makmur dilahirkan tahun 1906 dilahirkan pada tahun 1906 dari pasangan K.H. Nawawi Sugro dan Nyai Hj. Rubae’ah. Bayi yang kelak menjadi Bupati Pemalang itu lahir di rumah joglo atau pencu tua milik eyangnya di Kelurahan Pelutan, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang.
Eyang dari ibunya, K.H. Nawawi Kubro bukanlah orang sembarangan. Ia merupakan keturunan Mbah Salamudin, seorang aulia yang makamnya di tepi Sungai Elon di Desa Pedurungan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. K.H. Nawawi Kubro pun memiliki jabatan penting, yakni katib anom, jabatan di bidang agama kala itu.
Sebagai cucu dan anak seorang ulama, Makmur kecil sudah diperkenalkan dan diajari huruf Arab dan membaca Kitab Suci Al-Qur’an sejak sebelum berumur 7 tahun. Lingkungan keluarga mengajarkannya menjadi muslim yang taat dengan ajaran Islam. Makmur kecil pun tetap rajin mengaji saat masuk di sekolah formal.
Saat memasuki usia 7 tahun, tepatnya tahun 1913, Makmur kecil kemudian dimasukkan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Pemalang bersama sepupunya Komar Zen, sebuah pendidikan setingkat sekolah dasar yang didirikan pemerintah Hindia Belanda bagi anak-anak bumiputra.
Tak sembarang anak bisa mengenyam pendidikan di HIS. Sekolah tersebut diperuntukkan bagi anak-anak dari golongan bangsawan, tokoh-tokoh terkemuka, atau pegawai negeri. Makmur pun bisa menjadi murid sekolah tersebut atas tanggungjawab sang paman, K.H. Arghubi, sebagai Pengulu.
Semasa belajar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang berada di sebelah timur Pendopo Kabupaten Pemalang itu, kecerdasan dan bakat kepemimpinan
Makmur kecil telah tampak. Nilai raportnya selalu baik, bahkan menonjol, sehingga menarik perhatian kepala sekolahnya yang
seorang Belanda.
“Iya, dari penuturan ibu saya, beliau memang dari kecil pintar sekolahnya. Terus sering ditunjuk jadi ketua diantara teman-temannya.” tutur Agus Bazi Rahardjo, kemenakan Kyai Makmur saat ditemui di rumahnya, Jalan
Agung Kelurahan Mulyoharjo Pemalang, Rabu (13/8/2025).
Ada suatu masa dimana menjelang akhir masa belajar, sekolah tersebut rutin mengadakan pawai. Makmur kecil selalu ditunjuk sebagai pemimpin teman-temannya. la menjadi pemimpin pawai dengan didamping Komar Zen, kakak sepupunya, sebagai penabuh genderang untuk meramaikan pawai.
Setelah tujuh tahun belajar di Hollandsch-Inlandsche School, tepatnya tahun 1920, Makmur kecil dan Komar Zen tamat dan memperoleh diploma atau ijazah. Sebagai sebagai anak seorang ulama, Makmur remaja harus belajar agama lebih banyak dan mendalam lagi. Maka, ia lanjut menimba ilmu di Pesantren. **