Sebagai Lumbung Pangan Terbesar di Indonesia, Pemprov Jateng Gandeng 12 Negara Uni Eropa untuk Kerja Sama Pengembangan Low Carbon Rice Tanya ChatGPT
- calendar_month Sen, 30 Jun 2025


Di Klaten, contohnya, total wilayah yang dipanen mencapai 100 hektare dengan potensi produksi sekitar 600 ton gabah. Panen ini jadi contoh keberhasilan program low carbon rice karena berhasil menurunkan emisi karbon hingga 80%, mengurangi biaya giling hingga 30–40%, serta memperbaiki kualitas hasil panen.
Implementasi lainnya adalah mendorong transisi pertanian berkelanjutan. Transisi ini dilakukan dengan mengganti mesin penggilingan padi berbahan bakar solar, menjadi mesin penggilingan padi listrik, mengurangi pupuk kimia, dan mengoptimalkan penggunaan air.
“Di tempat kita ada di Klaten, Banyumas, Pemalang, kemudian di Magelang, Boyolali, bahkan hampir semua kabupaten mempunyai. Artinya sudah bebas pestisida, semuanya dengan organik. Kita akan mengarah ke sana,” jelas Luthfi.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Jawa Tengah, Dyah Lukisari, mengatakan, untuk memperluas program low carbon rice di daerah selain Soloraya, salah satu caranya adalah menggandeng CSR dari perusahaan. Saat ini yang sudah melakukan intervensi terkait program ini adalah Bank Indonesia. Ada enam kabupaten selain Klaten, Boyolali, dan Sragen.
Nilai investasi untuk konversi mesin penggilingan padi dari bahan bakar solar ke listrik, rata-rata sekitar Rp 250 juta-Rp 300 juta untuk satu titik. Jadi CSR Bank Indonesia di enam titik itu mencapai sekitar Rp 1,8 miliar.
“Di antaranya ada Demak, Jepara, Kudus, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, itu sudah dikonversi ke mesin listrik juga. Tahun 2026 nanti Pemprov Jateng akan masuk dengan APBD Provinsi, sedang kita rancang dan semoga dapat ke lebih banyak anggaran dan titiknya,” jelas Dyah.
- Penulis: puskapik