Jangkrik dan Nostalgia Masa Kecil saat Musim Hujan
- calendar_month Ming, 1 Nov 2020

Warga Desa Wanarejan Utara, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Adi Purwana menunjukkan jangkrik dagangannya. FOTO/PUSKAPIK/ERIKO GARDA DEMOKRASI

“Peralatan yang dibawa ya senter kepala, terus wadah jangkriknya. Caranya masing-masing, kadang ada yang cuma masang lampu biar jangkrik datang sendiri, kalau di persawahan itu ya harus digali. Biasanya pulang sampai pagi, ya tergantung hasilnya,” kata Adi sambil mengelitiki jangkrik dengan rumput kering agar marah dan berbunyi.
Ada dua jenis jangkrik yang dijual Adi, yaitu jalibang dan jaliteng. Secara fisik perbedaan antara jalibang dan jaliteng terletak pada warnanya. Jalibang berwarna merah bata, sedangkan jaliteng berwarna hitam. Agar kotorannya tidak bau, Adi memberi makan jangkriknya jagung putren.
“Harganya ya masing-masing, tergantung diameter jaduk atau taringnya, ada ukuran 7 sampai 10 milimeter. Kalau untuk aduan kan biasanya milih yang ukuran taringnya besar, harganya ya mulai dari Rp7.000 sampai Rp15.000,” kata Adi.
Selain menjual di rumah, Adi juga memasarkan jangkrik-jangkriknya di media sosial. Ia mengaku hal itu sangat membantu, buktinya banyak pembeli yang datang dari luar desa setelah melihat postingannya di Facebook. Bahkan, ada juga pemesan dari luar daerah.
Penulis: Eriko Garda Demokrasi
Editor: Faisal M
- Penulis: puskapik