Hukum Dan Penegakan Hukum Lalulintas
- calendar_month Sab, 15 Sep 2018


Oleh : Chrysnanda Dwii Laksana
JAKARTA (PuskAPIK) – Seringkali hukum dipahami sebagai kewenangan, ancaman, boleh atau tidak boleh. Patuh hukum seolah olah hanya karena ketakutan akan ancaman.
Beberapa waktu lalu beredar di media sosial yang membahas tentang polisi tidak boleh menilang bagi pengendara yang tidak membawa SIM. Di dalam pembahasannya semua menjurus pada kewenangan menindak dan dicounter dengan berbagai tafsir kata-kata dalam Pasal 281 UULLAJ (Tidak Memiliki) dan Pasal 288 UULLAJ (Tidak Membawa).
Apa yang disampaikan menunjukkan bahwa hukum menjadi hantu dan kesadaran akan lalu lintas sbg urat nadi kehidupan sama sekali diabaikan. Hukum adalah simbol peradaban yang merupakan produk politik sebagai kesepakatan bersama untuk menata keteraturan sosial. Di dalam penegakkannya tatkala tidak ada atau tidak ditemukan rasa keadilan hukum boleh diabaikan karena penegak hukum adalah jg penegak keadilan. Penegak hukum memiliki kewenangan diskresi, alternative dispute resolution bahkan bisa menerapkan restorative justice.
Hukum ada sanksinya, ya tentu saja karena setiap pelanggaran berdampak luas dan social cost nya mahal atau setidaknya menjadi kontra produktif. Sanksi diberikan kepada pelanggar agar ada pertanggungjawaban dan ada efek jera atau dapat terbangunnya budaya tertib berlalu lintas. Sejalan dengan pemikiran tersebut pemahaman lalu lintas sebagai urat nadi kehidupan menjadi sangat penting bagi masyarakat maupun para stake holder lainya. Di dalam konteks lalu lintas sbg urat nadi kehidupan dpt ditunjukkan bahwa suatu masyarakat untuk dpt bertahan hidup tumbuh dan berkembang diperlukan produktifitas.
- Penulis: puskapik