Menolak Jenazah Covid-19, Melanggar Hukum Positif dan Agama

Advertisement

PUSKAPIK.COM, Pemalang – Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) Pemalang, Abdul Hakim, menyatakan keprihatinannya atas sejumlah kasus penolakan jenazah Covid-19.

Hakim berpendapat, dalam konteks hukum, setiap warga negara mempunyai hak yang sama yang dijamin oleh negara termasuk saat meninggal dunia.

“Penolakan pemakaman jenazah Covid-19 itu termasuk pelanggaran hak asasi, dan itu pidana, juga melanggar hukum fikih,” katanya, Rabu 15 April 2020.

Hakim menyampaikan, beberapa pasal yang dapat menjerat oknum penolak pemakaman jenazah Covid-19 di antaranya Pasal 212 dan Pasal 214 KUHP serta Pasal 14 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Penanggulangan Wabah. Dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Sebelumnya, terjadi Penolakan penguburan jenazah pasien positif corona di Semarang dan Banyumas, yang sempat menghebohkan media social, karena mendapat kecaman dari masyarakat. Peristiwa itu dinilai mencederai rasa kemanusiaan bagi sebagian besar orang. Saat ini tiga oknum pelaku sudah diproses hukum.

“Ini langkah yang tepat bagi kepolisian sebagai tindakan hukum bagi ketiga pelaku, apalagi penolakan dengan alasan-alasan yang tidak logis” ungkapnya.

Selain melanggar hukum pidana, di dalam hukum agama khususnya Islam juga berlaku hal yang sama.

“Dalam konteks fiqih memakamkan sesama muslim hukumnya fardu kifayah, artinya jika tidak dilaksanakan semua muslim yang ada diwilayah tersebut berdosa,” ujar Hakim.

Hak sebagai muslim setelah meninggal dalam fiqih ada 4 yakni, memandikan jenazah, mengkafankan, menyolatkan, dan memakamkan.

“Ranah memandikan, mengkafankan dan menyolatkan sudah ditangani pihak rumah sakit, tinggal menguburkannya perlu keterlibatan masyarakat,” kata Hakim.

Keterlibatan masyarakat ini di antaranya kordinasi antara tokoh, termasuk para pemuka agama. Hakim meyakini jika ada kordinasi dengan pemuka agama penolakan pemakaman korban Covid tidak akan terjadi.

Himbauan juga disampaikan kepada warga Pemalang agar menjadikan kasus di Semarang dan Banyumas sebagai pelajaran berharga dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Penulis : Baktiawan Candheki
Editor : Amin Nurrokhman

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to top
error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!