Petaka Corona
- calendar_month Sel, 24 Mar 2020

DI TENGAH mewabahnya pandemi Covid-19, krisis ekonomi mengancam Indonesia. Warga kelas menengah ke bawah tersentak, setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan social distancing. Pembatasan ruang gerak warga dan ruang-ruang publik, berdampak tersendatnya aktivitas ekonomi, bahkan sebagian terhenti total.
Benar bahwa pemberlakuan social distancing bertujuan menekan penyebaran virus corona. Tak salah. Karena pemerintah tentu bertanggung-jawab melindungi warganya dari wabah penyakit yang mematikan ini. Jumlah korban harus ditekan seminimal mungkin (jika belum bisa dibasmi secara tuntas), agar korban tidak terus berjatuhan.
Pro kontra pun bermunculan. Sebagian publik menilai, kebijakan pemerintah sudah tepat. Bahkan tak sekedar social distancing, pemberlakuan lockdown atau isolasi wilayah sudah perlu diberlakukan. Harapannya, wabah Covid-19 tak menjalar kemana-kemana.
Namun sebagian lagi menilai, hal itu belum perlu dan dianggap bentuk kepanikan yang berlebihan. Apalagi kebijakan ini tidak diimbangi dengan skenario kebijakan dampak sosial dan ekonominya, khususnya warga kelas bawah.
Panik berlebihan? Bisa iya, bisa juga tidak. Ketakutan ini tentu cukup beralasan, mengingat saat ini jumlah warga yang dinyatakan positif terkena virus corona di Indonesia tercatat sebanyak 579 kasus, 49 diantaranya meninggal dunia. Tentu angka yang tidak bisa dipandang remeh.
Bahkan di tengah segala keterbasan peralatan yang serba minim, tenaga medis harus berjibaku menangani pasien corona. Dari soal alat pelindung diri (APD), obat-obatan, peralatan medis, hingga rumah sakit rujukan yang serba minim. Dampaknya, antrean panjang warga yang sakit dan belum tertangani, padahal membutuhkan pertolongan, makin menyumbang kepanikan.
- Penulis: puskapik