PUSKAPIK.COM, Pekalongan – Berdiri megah di Jalan Jenderal Sudirman No. 26 Kota Pekalongan, SMP Negeri 13 tak sekadar menjadi institusi pendidikan, melainkan juga saksi bisu perjalanan sejarah panjang bangsa ini.
Di bawah kepemimpinan Kepala Sekolah Yeti Eka Erawati, saat ini, sekolah ini terus berbenah, berkembang, dan berprestasi tanpa meninggalkan akar sejarahnya yang telah tumbuh sejak hampir satu abad lalu.
Bangunan sekolah ini pertama kali berdiri pada tahun 1928, berawal dari Holland Ambachtschool, sebuah sekolah teknik pertukangan yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Lokasi awalnya berada di gedung yang disebut “Gajah” di Jalan Karimunan, yang kini dikenal sebagai Jalan Salak.
Gedung itu dinamai demikian karena di sekitarnya terdapat patung-patung hewan besar yang mencolok, termasuk gajah.
“Inisiasi pendirian sekolah ini berasal dari catatan Residen Pekalongan kala itu, Johan Ernest Jasper, yang menilai bahwa sistem pendidikan yang sesuai dengan karakter masyarakat Pekalongan adalah pendidikan yang berbasis keterampilan dan kearifan lokal,”ucapnya, Senin (16/6/2025).
Dalam bukunya “Rasa Swarga Gapuraning Bumi”, sejarawan Bambang Adi Wahyu menuturkan bahwa Jasper menyarankan agar pendidikan di Pekalongan menyatu dengan kegiatan seperti berkebun, berolahraga, bermain, dan berdarmawisata, sehingga tidak kaku seperti model sekolah Barat pada umumnya.
Seiring meningkatnya jumlah peserta didik, lokasi sekolah kemudian dipindahkan ke Jalan Jenderal Sudirman yang kini menjadi lokasi tetap SMPN 13. Luas tanah sekolah mencapai 14.835 m², dengan luas bangunan 4.246 m².
Tak hanya sebagai pusat pendidikan, sekolah ini juga pernah digunakan sebagai markas tentara Jepang pada masa pendudukan, menambah nilai historisnya yang kental.
“Pasca kemerdekaan, sekolah ini terus berkembang. Dari Sekolah Teknik Negeri dengan berbagai jurusan seperti Perkapalan, Listrik, dan Bangunan, kemudian berubah menjadi SLTP Keterampilan pada awal 1990-an. Transformasi besar terjadi pada tanggal 23 April 1994 melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Wardiman Djojonegoro, yang menetapkan peralihan fungsi menjadi SMP Negeri 13. Tidak lama setelah itu, tepatnya pada 5 Oktober 1994, seluruh kegiatan belajar mengajar resmi dipindahkan ke lokasi saat ini di Jalan Jenderal Sudirman,” terangnya.
Menurutnya, bangunan depan yang kini digunakan sebagai ruang kepala sekolah, tata usaha, guru, kantin, dan olahraga masih mempertahankan kerangka aslinya.
Dengan nilai sejarah yang tinggi, pada tahun 2023, bangunan ini resmi ditetapkan sebagai cagar budaya Belanda.
“Dalam perjalanannya, SMPN 13 Pekalongan tidak hanya mempertahankan sejarah, namun juga terus berprestasi,”bebernya.
Di bawah kepemimpinan Yeti Eka Erawati, sekolah ini mengalami perkembangan baik dari segi kualitas pendidikan maupun fasilitas. Saat ini, tersedia 18 ruang kelas yang aktif digunakan.
Prestasi para siswa terus bermunculan dalam berbagai ajang lomba, baik akademik maupun non-akademik, menandakan bahwa semangat belajar dan daya saing siswa sangat tinggi.
Sekolah ini juga menjadi salah satu titik pantau dalam penilaian Adipura. Tidak heran jika kebersihan, ketertiban, dan keindahan lingkungan sekolah selalu menjadi perhatian utama.
Halaman sekolah yang luas dan hijau mencerminkan semangat menjaga lingkungan. Pohon-pohon besar seperti beringin, mangga, dan jati tumbuh dengan subur, memberikan keteduhan alami di berbagai sudut sekolah.
Tanaman perdu, bunga, tanaman obat, hingga sayuran pun ikut memperkaya keasrian lingkungan sekolah.
Yeti mengungkapkan bahwa, sejarah panjang sekolah ini menjadi energi dan inspirasi untuk terus melangkah maju.
“Kami sangat bangga bisa mengelola sekolah yang tidak hanya bersejarah, tetapi juga terus menunjukkan perkembangan yang signifikan. Kami akan terus menjaga nilai-nilai luhur pendiriannya sekaligus membangun pendidikan yang adaptif terhadap tantangan zaman,” pungkasnya. **
Berita Lainnya di SMPANTURA.NEWS :
