Kambing Hitam
- calendar_month Jum, 3 Jan 2020


‘Kado’ tahun baru 2020 berupa banjir dahsyat Jakarta, bukan penanda bahwa alam tengah mengancam. Bahwa alam sedang dirundung duka apalagi menabur kebencian.
Bencana alam, bukan hanya karena ketidakmampuan manusia berdamai dengan bumi dengan eksploitasi. Apalagi pertanda hal mistis atau bahkan yang kini sering tren, hal politis. Bencana alam, dibutuhkan semesta bumi sebagai proses penyesuaian diri.
Ada atau tidak manusia di bumi, alam akan tetap menyesuaikan diri. Lempengan-lempengan di bawah permukaan laut akan berbenturan secara periodik hingga muncul gempa bumi. Sama halnya dengan gunung api yang secara alamiah akan menyemburkan lava.
Ambil contoh Gunung Sinabung. Dia digolongkan dalam gunung api tidur atau tipe B. Sinabung, bukan prioritas utama manusia untuk diamati sebab tipe A yang kerap jadi pusat perhatian.
Hiposentrum Sinabung tak terdeteksi sebelum ia meletus. Seismometer yang sudah dipasang memata-matai Sinabung lengah membaca tanda-tanda pusat gempa di bawah permukaan bumi Sinabung.
Akibatnya, tanda kebutuhan Sinabung menyesuaikan diri luput oleh manusia. Puluhan meregang nyawa. Tapi manusia telanjur menjadikan alam sebagai objek penaklukan. Hingga hal-hal mistis bahkan politis, kadang dikaitkan dengan efek alam yang tengah menyesuaikan.
Indonesia sudah jelas berada pada lempengan-lempengan dan ratusan gunung api yang tersebar tak merata. Di pelajaran geografi, kita sudah diwajibkan hafal.
Tapi hafalan itu menguap dengan hal-hal tak masuk akal yang ramai digunjingkan. Sebab tuhan sedang mengadzab manusia karena pesta-pora tahun baru, misalnya.
- Penulis: puskapik