Sejarah Martabak Tegal yang Kini Mendunia
- calendar_month Sen, 11 Okt 2021


Sepeninggal suaminya, wanita ini terus melanjutkan usahanya bersama para saudara dan kerabat dekatnya. Lama kelamaan, saudara atau tetangga yang dulu menjadi karyawanya mulai membuka usaha martabak sendiri. Seperti biasa, mereka selalu membuka lapak bila ada acara acara keramaian.
“Nah, saat keramaian itu usai dan berpindah ke tempat lain, mereka (penjual martabak) itu tidak ikut pindah. Mereka tetap menetap membuka usaha di tempat itu karena ternyata masyarakat setempat banyak yang suka. Setiap membuka usaha di tempat baru selalu membawa tetangga atau saudara, dan itu terjadi terus menerus di berbagai kota hingga akhirnya penjual martabak tersebar di seluruh kota,” ungkap Maskun.
Saat ini, hampir 80 persen warga Lebaksiu memiliki keahlian membuat martabak. Maksun melanjutkan, apapun pendidikan dan profesi warga Lebaksiu, tetap tidak bisa meninggalkan tradisi ysng sudah diwariskan secara turun temurun. Mereka kebanyakan memiliki keahlian dalam membuat martabak.
“Budaya membuat martabak harus ditanamkan. Teman teman saya ada yang anaknya di kedokteran atau apa, rata rata bisa martabak. Kecuali perempuan, kalau laki laki setengah wajib bisa martabak. Contohnya saya sendiri anak laki laki dua orang, sarjana semua. Saya terapkan kamu harus bisa, karena yang namanya bisa membuat martabak itu tidak ruginya. Kamu bisa hidup dimana saja, kalaupun jadi PNS tidak harus dia sendiri yang jualan, tapi bisa suruh orang lain. Itu kan bisa menambah ekonomi pendapatan keluarga,” terangnya.
Sebagai makanan tradisional, lanjut Maskun, makanan ini tetap disukai oleh masyarakat. Meski gerobak penjual martabak berderet, mereka tetap laku diserbu pembeli. Para pembelinya pun bukan hanya pendatang, melainkan pula warga asli Lebaksiu.
- Penulis: puskapik