Tradisi Gebyuran Bustaman Tetap Lestari di Tengah Pandemi
- calendar_month Sab, 10 Apr 2021

Warga kampung Bustaman Semarang saat menggelar tradisi Gebyuran, Sabtu, 10 April 2021. FOTO/PUSKAPIK/AM HENDRA

“Ketika dibuat sampai sekarang ini sumur yang dibuat Kiai Bustaman itu tidak pernah kering, meskipun pada musim kemarau padahal warga sekitar menggunakan air tersebut,” katanya.
Harapannya dengan adanya kegiatan Gebyuran Bustaman menjelang Ramadan ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat atau wisata sehingga kedepannya dapat memberikan nilai ekonomi masyarakat, akibatnya perekonomian masyarakat menjadi meningkat.
“Apalagi di daerah ini terkenal dengan makanan khas sate, gulai dan tongseng kambing. Sehingga menjadi terkenal tidak hanya gebyurannya, juga kulinernya,” katanya.
Menurutnya, filosofi dari Gebyuran Bustaman itu karena menjelang puasa maka keangkaramurkaan yang ada pada diri manusia itu harus dibersihkan dengan cara diguyur dengan menggunakan air maka kenagkara murkaan akan hilang dan air itu untuk mensucikan yang kotoran tersebut.
“Jadi dulunya dalam gebyuran bustaman itu wajah pengunjung dicoreng semua. Corengan itu maknanya keangkaramurkaan, emosi dan sebagainya itu kemudian diguyur dengan air sebagai bentuk pensucian diri karena akan kedatangan bulan Ramadan,” katanya.
Salah seorang warga, Fara Fitriana mengatakan, Gebyuran Bustaman ini sebenarnya merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Tapi karena saat ini masih pandemi, pelaksanannya dilakukan dengan hati-hati sehingga masyarakat yang menyaksikannya harus mematuhi prokes.
“Sebenarnya takut mengikuti tradisi ini, tetapi harus bagaimana sehingga salahsatu upaya untuk menekan dan memutuas mata rantai dengan mematuhi prokes,” katanya.
- Penulis: puskapik