Dampak RIPH Baru, Petani Bawang Putih di Tegal Terancam Rugi Miliaran Rupiah

0

PUSKAPIK.COM, Bojong – Para petani bawang putih di Desa Tuwel, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal mengeluhkan rendahnya penyerapan bawang putih benih double chromosome hasil panenan mereka. Petani kesulitan menjual di saat stok bawang putih melimpah. Kondisi ini mengakibatkan para petani binaan Bank Indonesia Tegal itu terancam rugi.

“Stok bawang putih tahun kemarin masih sisa 30 ton. Sampai sekarang masih tersimpan di gudang. Yang sudah membusuk 15 ton,” tutur Ketua Kelompok Tani (Poktan) Berkah Tani Desa Tuwel, Ahmad Maufur kepada Puskapik.com, Jumat siang, 4 September 2020.

Maufur, Ketua Kelompok Tani Bawang Putih Berkah Tani desa Tuwel, Kabupaten Tegal, menunjukan bawang putih hasil panenan, Jumat siang, 4 September 2020. FOTO/PUSKAPIK/WIJAYANTO

Maufur menambahkan, jika sampai akhir tahun ini bawang putih tersebut tidak ada penyerapan, maka akan membusuk. Ini akan mengakibatkan dirinya mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Dia menjelaskan, kendala minimnya penyerapan itu karena stok bawang putih di masing-masing daerah sudah terpenuhi. Selain itu, kebijakan pemerintah soal Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dinilainya terbalik.

“Tadinya importir harus tanam dulu, baru dia dapat RIPH. Tapi sekarang boleh impor dulu dan diwajibkan tanam. Akhirnya penyerapannya lamban. Dan itu berdampak pada penyerapan benih di tingkat nasional. Penangkar bawang putih juga menangis. Kami berharap ada keberpihakan dari pemerintah kepada petani,” tuturnya.

Kepala Perwakilan BI Tegal, Muhammad Taufik Amrozy saat dimintai pendapat terkait keluhan petani bawang putih binaanya, mengatakan akan memperluas kerja sama penyerapan bawang putih dengan sejumlah BI di daerah lain. Hal itu untuk mengembalikan kejayaan bawang putih sebagai tuan rumah di negeri ini.

“Kalau kita sudah punya bawang putih sendiri, kenapa harus impor. Mari kita bangkitkan kembali kejayaan bawang putih di Indonesia,” katanya.

Dia menyebut, kebutuhan bawang putih di Indonesia sebanyak 600.000 ton per tahun. Dari jumlah tersebut, 90 persen di antaranya impor. Untuk itu, petani bawang putih lokal harus bisa menghentikan impor dengan meningkatkan kualitas. Dirinya tak menampik, umbi bawang putih lokal dengan impor memang lebih besar impor. Berat umbi impor per siung sekitar 20 gram. Sedangkan umbi lokal kurang dari 20 gram. Meski lebih besar, umbi lokal sebenarnya lebih bagus kualitasnya. Hal itu dibuktikan saat testimoni yang dilakukan oleh seorang chef. Kala itu, umbi lokal hanya 1 siung bisa menghasilkan masakan yang lezat. Sedangkan umbi impor harus 5 siung.

“Walaupun umbi lokal kecil, tapi caberawit. Kualitasnya lebih bagus dari impor. Silahkan dicoba,” ujarnya.

Kontributor: Wijayanto
Editor: Faisal M

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini