Inilah Tike, Makanan Khas Kemarau Warga Pesisir Utara
- calendar_month Sel, 1 Sep 2020

FOTO/PUSKAPIK/ISTIMEWA

Tidak hanya laki laki, pekerjaan mencari tike ini juga dilakukan oleh ibu-ibu. Mereka membaur bersama warga lain mengais umbi dari dalam tanah.
Rahayu (29) yang juga warga Desa Tengguli menyebutkan, mencari tike bisa dijadikan alternatif saat tidak ada pekerjaan merogol bawang merah. Menurut Rahayu, pekerjaan ini sudah dilakoni sejak dua minggu lalu.
“Saya sih ikut ikutan saja. Baru dua minggunan nyari tike. Kalau kesehariannya sih saya kerja merogol bawang merah,” terang Rahayu.
Umbi rumput yang telah diambil dari tanah, kemudian dibersihkan dari semua kotoran, termasuk sisa sisa akar rumput. Setelah bersih, umbi ini disangrai hingga layu. Proses selanjutnya ditumbuk menjadi emping. Proses ini menggunakan alat sederhana, yakni batu sebagai alas dan tingkat besi atau kayu untuk menumbuk.
Umbi yang sudah pipih ini dijemur selama sehari untuk mengurangi kandungan airnya. Selanjutnya emping pun siap digoreng dan disantap.
Proses pembuatan makanan ini tidak menggunakan bahan campuran. Rasanya agak manis dan bila suka rasa asin bisa ditaburi sedikit garam usai digoreng. Sensasi rasa unik inilah yang menjadikan tike banyak digemari orang.
“Rasanya unik dan tidak membosankan. Beda sama emping melinjo, ini rasanya agak manis,” ucap Wahyudi (39) salah seorang pembeli tike, warga Dukuh Sontal.
Emping tike ini dijual dalam bentuk basah dan kering. Harga emping tike basah dijual ke pengepul Rp.75 ribu per kilo, sedangkan yang kering Rp.150 ribu per kilo.
Emping setengah jadi ini kemudian digoreng dengan minyak panas dan dikemas dengan plastik. Harga tike matang bervariasi tergantung besar kecil kemasannya. Kemasan kecil dijual ke konsumen Rp.5000 sedangkan kemasan sedang Rp.12 ribu.
- Penulis: puskapik