PUSKAPIK.COM, Pemalang – Sejumlah agen penyalur program Bantuan Non Pangan Tunai (BPNT), Selasa 05 Mei 2020, menjalani pemeriksaan di Mapolres Pemalang. Polisi memanggil sejumlah agen untuk dimintai keterangan terkait dugaan penyimpangan pengadaan dan penyaluran BPNT.
Pemeriksaan dilakukan di Unit Tindak Pidana Korupsi Tipikor (Tipikor) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Pemalang. Sebelumnya, Polres Pemalang telah membentuk tim yang secara khusus melakukan penyelidikan terkait dugaan penyimpangan pada penyaluran program BPNT di Kota Ikhlas.
Kasatreskrim Polres Pemalang, AKP Suhadi, membenarkan adanya pemanggilan agen atau e-warung tersebut. “Benar sudah ada yang mulai kita panggil untuk dimintai keterangan,†kata Suhadi saat dikonfirmasi puskapik.com, melalui ponselnya.
Sejumlah agen yang mendapat panggilan penyidik di Mapolres hari ini, antara lain agen dari Kecamatan Belik dan Randudongkal. Sebelumnya, Unit Tipikor juga sudah turun ke lapangan untuk menggali informasi dari sejumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Setelah meminta keterangan sejumlah agen, penyidik masih akan terus mendalami kasus ini dengan melanjutkan pemanggilan pihak terkait. “Secara bertahap kami akan mintai keterangan dan klarifikasi pihak terkait lainnya,†jelasnya.
Suhadi menyatakan kasus yang sedang ditanganinya ini masih dalam penyelidikan. Sehingga, ia mengaku belum bisa mengambil kesimpulan apapun, apakah telah terjadi penyimpangan atau tindak pidana korupsi pada program BPNT di Pemalang.
Sebelumnya, Kapolres Pemalang AKBP Edy Suranta Sitepu menyatakan, telah membentuk tim yang secara khusus melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi pada penyaluran program BPNT. Dalam proses penyelidikan, kapolres menyatakan akan menelusuri aliran dana dari pemotongan dana oleh agen dan penyalur kepada warga penerima bantuan.
Langkah kepolisian dilakukan menyusul adanya temuan pemotongan jatah warga oleh agen dan penyalur pangan. Temuan ini terungkap saat Ketua DPRD Pemalang, H Agus Sukoco, menggelar inspeksi mendadak (sidak), Sabtu 25 April 2020 lalu.
Dari jatah warga yang seharusnya sebesar Rp 200.000, diduga telah dipotong dengan angka bervariasi antara Rp 15.000 hingga Rp 30.000 untuk masing-masing KPM. Selain dugaan pemotongan jatah KPM, muncul temuan agen atau e-warung fiktif (siluman) yang dilakukan oleh oknum mafia pangan.
Oknum-oknum tersebut mengorganisir dan memonopoli suplai bahan pangan BPNT. Dari ulah oknum ini, negara diperkirakan mengalami kerugian Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar tiap bulan.Â
Penulis : Heru Kundhimiarso