Kasihan, Bayi 6 Bulan Derita Jantung Bocor, Infeksi Paru dan Bibir Sumbing

0
FOTO/PUSKAPIK/ISTIMEWA

PUSKAPIK.COM, Batang – Terlahir sempurna dan sehat menjadi doa dan harapan orang tua, namun beda dengan anak kedua dari pasangan Pujiyanto (40) dan Umi Latifah (30). Bima Risky Maulana (6 bulan) lahir dengan kondisi bibir sumbing sampai ke langit-langit mulut, mata kiri mengalami retina ganda serta tangan sebelah kanan terdapat enam jari.

Bayi malang tersebut, warga Dukuh Legoksari RT 6 RW 6, Kelurahan Proyonanggan Tengah, Kecamatan/Kabupaten Batang, Rabu (11/3/2020). Memasuki kamar Bima Risky Maulana, tidak ada mainan bayi selayaknya kamar bayi pada umumnya.
Yang terlihat hanyalah ada empat tabung oksigen ukuran 6 kubik dengan panjang sekira 1,5 meter dengan diameter sekira 30 sentimeter di pojok kamar.

Di sisi pinggir kasur tampak pula compressor nebulizer atau alat terapi pernapasan. Tidak ada tawa renyah bayi, atau tangis manja seorang bayi karena lapar, yang ada hanya suara nafas Bima yang tersengal-sengal berjuang hidup dengan masker oksigen dan selang yang ada di mulutnya.

“Bima ketika berusia dua bulan divonis dokter mengalami jantung bocor sekira 3 sampai 4 mili. Paru-parunya juga mengalami infeksi,” tutur Ayah Bima, Pujiyanto.

Setelah lahir di rumah bidan lanjutnya, Bima memang langsung dirujuk ke rumah sakit daerah di Batang selama seminggu di rawat karena kondisi tersebut. “Bima bernafas memang tergantung oksigen, jika oksigen dilepas dia akan mengalami sesak nafas dan kulit jadi membiru,”kata Pujiyanto.

Dalam sehari paling tidak satu tabung ukuran 6 kubik habis dihirup Bima. Adakalanya sebelum satu hari oksigen di tabung sudah habis. Selain itu, Bima juga harus mengkonsumsi obat jantung dan obat paru-paru.

“Tidak tentu tergantung rewel atau tidak. Kalau sering rewel belum ada 24 jam sudah habis, sebaliknya kalau dia tenang maka tabung bisa seharian,” jelasnya.

Pujiyanto menceritakan kejadian awal Bima divonis jantung bocor waktu tersedak saat minum air susu lewat selang, ketika itu Bima baru saja diimunisasi.

Setelah itu Bima mengalami panas tinggi sehingga dibawa ke RSUD Kalisari Batang. Dokter anak di rumah sakit tersebut memprediksi dia terkena kelainan jantung sehingga harus dirawat hingga 10 hari. Berhubung tidak ada perkembangan, lantas dari pihak RSUD merujuk Bima ke RSUP Kariadi Semarang.

Dalam perjalanan ke Rumah sakit tersebut, Bima sempat mengalami sesak nafas selama perjalanan sampai di RSUP, Bima langsung dibawa ke IGD. “Di IGD selama dua hari, pindah ICU anak 10 hari, selama perawatan itulah Bima divonis penyakit jantung bocor dan infeksi paru,” terangnya.

Selepas keluar dari RSUP Kariadi pada 20 Januari 2020, seharusnya Bima kontrol rutin kembali namun sampai saat ini, Pujiyanto belum membawa Bima ke sana lagi karena terkendala biaya. Sekaligus trauma di perjalanan takut Bima mengalami sesak nafas di perjalanan seperti pertama kali dibawa RSUP Kariadi.

“Ingin sekali memeriksakan Bima ke Kariadi karena ingin tahu hasil ikhtiar kami selama empat bulan ini terutama kondisi bocor di jantung dan infeksi paru apakah sudah membaik,” terangnya.

Waktu di RSUP Kariadi, dia dan istrinya sempat diajari oleh dokter dan perawat terkait cara memberikan oksigen kepada Bima sehingga sekarang bisa merawat Bima menggunakan oksigen di rumah.

Di rumah yang ditempati Pujiyanto, ada empat tabung hasil pinjaman dari perusahaan gas. Sedangkan untuk mengisi ulang harus membeli sendiri dengan biaya isi ulang Rp 70 Ribu.

“Saya kerja di galangan kapal, hasil sehari hanya cukup untuk beli oksigen. Kebutuhan lain seperti pampers, susu dan lainnya memang tidak mencukupi. Beberapa bulan lalu jual motor namun sekarang uang itu sudah habis, di rumah tidak ada lagi yang bisa dijual. Saya sempat berhenti kerja tiga bulan, istri sempat down namun saya motivasi agar berani mengurus sendirian. Akhirnya istri sanggup dan saya kemudian bekerja agar bisa beli oksigen,” tutur Pujiyanto.

Kini, Pujiyanto dan keluarga masih menumpang di rumah milik kakaknya. Dia telah menjual motor dan sepedanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keluarga besar Pujiyanto juga mendukung secara finansial meskipun dengan segala keterbatasan.

“Harta saya tinggal dipan kayu dan kompor, saya berniat mau jual. Namun oleh temen saya dimarahi habis-habisan karena dipan untuk tidur Bima, kompor buat masak istri. Teman dan keluarga besar saya lah yang mendukung saya selama ini,” bebernya.

Kendati demikian Pujiyanto mengaku menjalaninya dengan ikhlas. Tanpa mengeluh dan fokus untuk kesembuhan anaknya.
“Jalani saja, Gusti Allah yang mengatur,” tuturnya.

Sedangkan Ibu Bima, Umi Latifah (30), mengungkapkan, kondisi Bima memang saat ini harus dipantau selama 24 jam. Sebab anaknya bernafas tergantung dengan oksigen dari tabung, ketika masker yang menghubungkan antara alat pernafasan dengan tabung lepas ditakutkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

“Bahkan sempat saya kasih plester di beberapa bagian agar merekat ketika saya tinggal ke kamar mandi atau keperluan lain, saya takut masker lepas tapi tidak ada saya atau suami,” katanya.

Umi mengatakan Bima saat ini memang sudah tidak terlalu rewel terutama ketika tidur dalam posisi tengkurap. Sebaliknya pada posisi telungkup dia akan akan menangis karena dimungkinkan tidak nyaman. Bahkan seringkali Bima menangis sampai berjam-jam dari malam sampai pagi. Dia akan berhenti menangis ketika sudah capek. Di sisi lain, pemenuhan gizi Bima memang masih disuplai susu formula melalui selang.

“Habis minum susu biasanya Bima akan sesak nafas. Dalam kondisi tersebut saya harus menaikkan tekanan oksigen ke level 5, ketika sudah diam level oksigen diturunkan lagi ke level 3 secara bertahap,” katanya.
Kondisi berat badan Bima saat ini 4,2 kilogram di usia enam bulan.

“Baru beberapa minggu ini Bima menemukan posisi yang nyaman seperti itu, sebenarnya saya khawatir juga karena tidak melihat posisi masker oksigen tetapi karena dia nyaman seperti itu ya biarlah sesekali saya cek juga sambil membersihkan lendir di hidungnya,” ujar Umi.(YON)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini