Kecam Kiriman Kepala Babi ke Kantor Redaksi Tempo, RIGHTS : Orba Mulai Bangkit? 

PUSKAPIK.COM, Pemalang – Research Public Policy And Human Rights (RIGHTS) mengutuk keras segala bentuk intimidasi terhadap jurnalis yang dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan kebebasan pers.

Pernyataan ini disampaikan oleh Itsma Imdadul Mukhsinin, juru bicara RIGHTS, setelah insiden pengiriman kepala babi ke kantor redaksi Tempo.

“Kami mengutuk segala bentuk intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalistik. Ini bukan hanya serangan terhadap individu jurnalis, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan pers dan hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar,” ujar Itsma dalam pernyataan resminya, Kamis (20/3/2025).

Menurutnya, kebebasan pers adalah pilar utama dalam demokrasi yang sehat, dan setiap upaya untuk membungkam media melalui teror harus diusut secara tuntas.

RIGHTS mendesak aparat kepolisian untuk segera mengungkap pelaku dan motif di balik kejadian ini serta memastikan perlindungan bagi para jurnalis.

Orde Baru Mulai Bangkit?

Kasus intimidasi terhadap jurnalis di Indonesia bukanlah hal baru. RIGHTS mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, ancaman terhadap jurnalis semakin meningkat, baik dalam bentuk kekerasan fisik, ancaman digital, hingga serangan hukum yang bertujuan membungkam kritik.

Fenomena ini mengingatkan pada pola yang terjadi di masa Orde Baru,dimana kebebasan pers dikontrol ketat oleh negara. Ada beberapa ciri khas gaya Orde Baru yang masih terlihat hingga saat ini.

Menurutnya, meskipun kini pers lebih bebas, tekanan dalam bentuk ancaman hukum, serangan digital, serta intimidasi terhadap jurnalis masih terus terjadi.

“Kontrol terhadap media menjadi salah satu bentuk pembungkaman yang masih berlangsung Pada masa Orde Baru, pers dikekang dengan sistem perizinan yang ketat, dan media yang dianggap terlalu kritis bisa dicabut izinnya,” katanya.

Itsma menambahkan, militerisme dan intimidasi juga menjadi ciri khas lain dari gaya Orde Baru. Dalam catatan sejarah Indonesia, militer sering digunakan untuk meredam gerakan protes dan kritik terhadap pemerintah.

“Saat ini, meskipun reformasi telah membatasi peran militer dalam politik, masih ada indikasi penggunaan aparat untuk mengintimidasi aktivis, akademisi, dan pers,” bebernya.

Meskipun gaya represif pemerintah Orde Baru telah hilang sejak reformasi, praktik serupa masih terjadi dalam bentuk pemidanaan aktivis atau penggunaan hukum yang tidak berimbang.

Selain itu, kultus individu dan propaganda menjadi strategi yang dipakai untuk membangun citra kepemimpinan yang tak tergantikan. Pemerintahan Orde Baru membangun narasi melalui propaganda yang masif di berbagai media.

“Kini, dengan perkembangan media sosial, pola serupa muncul dalam bentuk narasi yang dibangun oleh buzzer atau kelompok tertentu untuk menyerang kritik dan membentuk opini publik,” jelasnya.

Demokrasi yang Semakin Terancam

RIGHTS menilai bahwa praktik-praktik ini menunjukkan kemunduran demokrasi di Indonesia. Jika pembungkaman terhadap jurnalis terus dibiarkan, maka kebebasan berekspresi dan hak publik untuk mendapatkan informasi yang jujur akan semakin terancam.

“Kami meminta negara untuk hadir dan menegakkan hukum. Jika praktik intimidasi seperti ini dibiarkan, maka jurnalisme yang bebas dan independen akan semakin terancam,” tutup Itsma. (**)

Berita Lainnya :

Loading RSS Feed
Penulis: erikoEditor: nabil
error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!