Mayoritas Karyawan Pegadaian Jateng/DIY Tolak Holdingisasi, Ini Alasannya

Penolakan karyawan Pegadaian terhadap rencana holdingisasi merata di seluruh Indonesia termasuk di Jawa Tengah.FOTO/PUSKAPIK/ISMU PURUHITO

PUSKAPIK.COM, Semarang – PT Pegadaian (Persero) melalui Serikat Pekerja (SP) PT Pegadaian terus secara tegas menolak rencana ‘pencaplokan’ perusahaan dengan skema holding dan akuisisi yang akan dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Tbk) atau BRI. Di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga kompak dan mendukung penolakan tersebut.

Ketua DPD SP Pegadaian Jawa Tengah/DIY Nur Wachid menegaskan, mayoritas karyawan PT Pegadaian di Jateng dan DIY sepakat menolak holdingisasi atau merger tersebut. Penolakan terlihat dari pemakaian pita hitam pada lengan kiri para karyawan Pegadaian di Jateng dan DIY pada bberapa hari ini.

Aksi pemakaian pita hitam ini, menurut Nur Wachid, dilakukan secara spontan oleh karyawan karena pemerintah tidak merespons dengan baik tuntutan penolakan holding ultra mikro.

“Itu merupakan ekspresi perasaan karyawan Pegadaian. Mereka mengekspresikan penolakan dengan pasang pita hitam sebagai simbol duka dan solidaritas mereka,” jelasnya.
Budi Purnomo, Ketua DPC SP Pegadaian DIY saat dihubungi juga mengatakan hampir semua karyawan PT Pegadaian di DIY menolak rencana kontroversial tersebut.

“Alasannya jelas, ditinjau dari berbagai aspek justru akan merugikan Pegadaian. Ini merupakan ekspresi, bukan perlawanan pada kebijakan Pemerintah. Kami karyawan
juga tetap bekerja dengan baik serta profesional,” tegasnya.

Budi menjelaskan, Pegadaian tidak layak menjadi bagian holding, karena merupakan perusahaan sehat dan berkinerja baik.

“Bahwa pegadaian adalah perusahaan yang sehat
tidak pernah rugi. Tidak selayaknya menjadi bagian holding,” katanya.

Menurutnya, Pegadaian sejak didirikan membawa misi khusus, yaitu memerangi praktik ijon, rentenir dan lintah darat, serta fokus pada masyarakat menengah ke bawah, tidak hanya ultra mikro saja. Sehingga, kurang layak jika Pegadaian digabungkan ke dalam Holding Ultra Mikro, karena nasabah yang mereka pegang tidak terbatas hanya pada ultra mikro saja, dan persentase nasabah ultra mikro kecil di sana.

Rencana Pemerintah tersebut memang menuai polemik. Seperti dikemukakan Antariksa, ekonom dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Menurutnya, produk
gadai memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk perbankan. Status Pegadaian yang akan menjadi perusahaan anak Bank BRI sangat mungkin akan memangkas bisnis mikro Pegadaian.

“Karena produk mikro yang dekat dengan karakteristik produk perbankan berpeluang akan diakuisisi oleh perusahaan induk, hal ini akan mengurangi
pilihan masyarakat untuk mendapatkan akses ke lembaga pembiayaan mikro,” tegasnya.

Di samping itu, menurut Antariksa, bisnis gadai sangat berperan dalam menjangkau segmen ultra mikro yang belum dapat dijangkau dan mendapatkan akses ke lembaga perbankan.

Dengan posisi Pegadaian menjadi perusahaan anak Bank BRI, hal yang paling tidak kondusif bagi bisnis Pegadaian adalah apabila bisnis gadai akan dijalankan
dengan pendekatan banking.

“Selain perbedaan karakter bisnis dan belum adanya
undang-undang yang mengatur perusahaan jasa gadai, selain akan berpotensi merubah cara Pegadaian menjalankan bisnis gadainya juga akan menyulitkan masyarakat dalammemanfaatkan produk-produk gadai Pegadaian,” jelasnya.

Dari pengamatannya, Pegadaian merupakan salah satu solusi alternatif pendanaan bagi masyarakat dengan karakteristik yang berbeda dengan produk perbankan, karena dapat melayani masyarakat yang tidak bisa dilayani bank atau non bankable dan menjadi solusi kebutuhan pendanaan cepat bagi masyarakat kecil.

Ada dua konsep yang berkembang dalam wacana
konsolidasi tersebut. Pertama, Bank BRI mengakuisisi Pegadaian dan PT PMN. Konsep kedua dalam bentuk holding BUMN dengan BRI sebagai holding atau induk perusahaan.

Pemerintah beralasan, strategi pembentukan holding dimaksudkan untuk membuat BUMN solid dalam pengelolaan. Terbentuknya sinergi antar-anak perusahaan melalui koordinasi, pengendalian, serta pengelolaan yang dilakukan oleh induk perusahaan atau holding dapat memperkuat keuangan, aset, dan prospek bisnis. Dalam konsolidasi itu akan dibentuk holding pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Penulis: Ismu Puruhito
Editor: Amin Nurrokhman

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!